Thursday, May 16, 2013

BIOREMEDIASI DAN TOTAL PETROLEUM HYDROCARBON (TPH)

Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu kepada KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 128 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK BUMI DAN TANAH TERKONTAMINASI OLEH MINYAK BUMI SECARA BIOLOGIS. Tentu saja tidak lepas dari peraturan lain jika terkait jenis limbah lain misalnya limbah cair atau logam berat.

TPH dalam Kepmen LH 128/2003
Secara khusus, akan dibahas mengenai Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) yang dicantumkan dalam Kepmen LH 128/2003 sebagai indikator kinerja proses bioremediasi.  Dalam Kepmen ini TPH tercantum dalam bagian-bagian sbb:
II.1.2. Analisis Limbah
Sebelum melakukan pengolahan limbah minyak bumi dengan metoda biologis, maka perlu dilakukan analisis terhadap bahan yang diolah untuk mengetahui komposisi dan karakteristik limbah yang terdiri dari:
a. Kandungan minyak atau oil content (bila kandungan minyak relatif besar) dan/ atau Total Petroleum Hydrocarbon / TPH (bila kandungan minyak relative kecil);


II.1.3. Persyaratan Limbah Yang Diolah
Persyaratan limbah minyak bumi yang diolah secara biologis adalah sebagai berikut:
a. Konsentrasi maksimum TPH awal  sebelum proses pengolahan biologis adalah
tidak lebih dari 15%

b. Konsentrasi TPH yang sebelum proses pengolahan lebih dari 15% perlu dilakukan pengolahan  atau  pemanfaatan  terlebih  dahulu  dengan mempertimbangkan teknologi yang tersedia dan karakteristik limbah

III.ANALISIS TERHADAP PROSES PENGOLAHAN
a. Tabel 1. Parameter dan metoda sampling untuk analisis sample limbah yang diolah: TPH - Minimum 2 Minggu sekali - metoda Spectrophometri atau Gravimetri
b. Analisis pendukung
- Analisis terhadap produk hasil penguraian limbah minyak bumi (TPH) akibat kegiatan
mikrobiologis  dapat  dilakukan  untuk melihat  komponen  dan  konsentrasi  senyawa
hidrokarbon, seperti senyawa yang terdapat di dalam kelompok C6-C15.


IV. KRITERIA HASIL AKHIR PENGOLAHAN
Hasil akhir dari Proses Pengolahan secara biologis harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

Tabel2. Persyaratan nilai akhir hasil pengolahan minyak bumi secara biologis: No A.2.2 TPH - 10.000 ug/g

Apakah TPH?
TPH adalah  jumlah hidrokarbon minyak bumi yang terukur dari media lingkungan. Hidrokarbon minyak bumi (PHC - Petroleum Hydrocarbon) adalah berbagai jenis senyawa hidrokarbon yang terdapat dalam minyak bumi. Dalam satu jenis campuran minyak bumi akan terdapat rantai hidrokarbon dengan rantai C3 - C35. Dengan demikian, TPH didefinikan sebagai metoda analisis yang digunakan untuk mengukur jumlah hidrokarbon minyak bumi dalam suatu media. 

TPH awal 15%?
Dalam kepmen LH 128/2003 dicantumkan bahwa kosentrasi TPH maksimum yang diijinkan untuk mengolah tanah tercemar dengan bioremediasi adalah 15%. Jika terdapat konsentrasi hidrokarbon minyak bumi diatas 15% maka harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu yang tujuannya adalah pemanfaatan. Salah satu contohnya adalah oil recovery. KLH mempertimbangkan bahwa konsentrasi TPH >15% masih memiliki potensi pemanfaatan. Perlu dicermati bahwa "pengolahan" yang dimaksudkan dalam poin II.1.3(b) adalah pengolahan yang tujuannya untuk pemanfaatan. Tidak diijinkan pengolahan yang ditujukan untuk mengencerkan konsentrasi limbah misalnya dengan pencampuran. 

TPH Akhir 1%
mengapa KLH menetapkan TPH Akhir 1%? Petroleum hydrocarbon yang dimaksudkan dalam Kepmen 128/2003 adalah senyawa yang terdapat pada industri migas dan dihasilkan dari industri migas. Dengan demikian, keberadaan senyawa ini pada daerah industri. Dijelaskan dalam makalah di API Publication 4709, September 2001, pertimbangan konsentrasi ambang batas untuk TPH industri migas didasarkan pada proteksi terdapah tanaman dan sumber air (air tanah dan air permukaan) (API, 1993; Currier and.Peoples, 1954; Udo, et al., 1975; Baker, 1970; deOng, et al., 1927;  Plice, 1948; Chaineau, et al., 1997; and Saterbak, et al., 1999). Hasil studi-studi ini menunjukkan bahwa konsentrasi hidrokarbon minyak bumi pada <10.000 mg/kg atau 1% tidak menyebabkan dampak negatif pada pertumbuhan berbagai tanaman ataupun perlindian pada air tanah. Angka 1% ini kemudian digunakan oleh beberapa negara bagian di US untuk aplikasi pengolahan tanah tercemar di Industri migas. Pada saat kepmen 128/2003 disusun, belum ada studi di Indonesia yang menunjukkan berapa angka toksisitas petroleum hidrokarbon untuk tanaman-tanaman di Indonesia, ataupun resiko terhadap sumber air (air tanah). Oleh karena itu, angka 1% digunakan sebagai target konsentrasi akhir bioremediasi di Indonesia. Dengan demikian, jelas tertera dalam judul Kepmen 128/2003 bahwa peraturan ini spespesifik untuk Industri Minyak dan Gas. 

Metoda Pengukuran TPH


Metoda-metoda yang dapat digunakan untuk mengukur TPH adalah spectrophometry inframerah (IR), teknik analisis gravimetri dan gas kromatografi (GC). Metode Pengukuran TPH berbasis IR digunakan karena sederhana, cepat dan murah. Namun, penggunaan saat ini sangat menurun dan terbatas karena larangan seluruh dunia pada produksi Freon dan keterbatasan penggunaan CCl4 (yang diperlukan untuk ekstraksi sampel dan pengukuran). Pengukuran dengan spectrophometer  digunakan untuk mengukur konsentrasi TPH yang rendah (<500 ppm).  Metode pengukuran TPH berbasis gravimetri memiliki keterbatasan yang sama sebagai metode berbasis IR, tetapi paling tepat digunakan untuk mengukur TPH dalam konsentrasi besar (%). Karena prosedur metoda gravimetri sederhana, cepat, dan murah, metode ini paling sesuai untuk penghitungan TPH pada tahapan monitoring proses bioremediasi. Metode untuk Pengukuran TPH berbasis GC akan mendeteksi berbagai jenis hidrokarbon, sensitivitas dan selektivitas yang paling terbaik, dan mereka dapat digunakan untuk identifikasi TPH serta kuantifikasi. Metoda GC umumnya dipakai sebagai analisis awal dan akhir karena prosedur analisisnya memakan waktu yang cukup lama. Denagn demikian, Kepmen LH 128/2003 mengijinkan untuk menggunakan metoda gravimetri atau spectrophometri untuk analisis TPH selama tahap monitoring proses biodegradasi.


  

Wednesday, May 08, 2013

BIOREMEDIASI DAN KEPMEN LH 128/2003

Aplikasi bioremediasi di Indonesia diatur dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 (Kepmen LH 128/2003) TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK BUMI DAN TANAH TERKONTAMINASI OLEH MINYAK BUMI SECARA BIOLOGIS. Kepmen ini mengatur peraturan terkait (1) ijin / permit yang harus diajukan oleh "pemilik" limbah atau tanah terkontaminasi yang akan diolah, (2) rancang bangun yang disyaratkan untuk suatu instalasi pengohan (bioremediation centre), (3) persyaratan kondisi limbah sebelum diolah, (4) monitoring selama proses biodegradasi (termasuk didalamnya pedoman sampling), dan (5) persyaratan relokasi tanah setelah diolah terkait dengan persyaratan pemeriksaan, relokasi dan pemantauan tanah setelah direlokasi. Kepmen ini tidak satu-satunya peraturan yang digunakan sebagai acuan, tetapi peraturan lain terkait limbah cair juga digunakan, misalnya limbah cair yang dibuang ke media lingkungan harus memenuhi KepMen baku mutu limbah cair yang terkait (KepMen LH 42/1996) dan kandungan logam berat yang ada harus memenuhi baku mutu logam berat pada Keputusan Kepala Bapedal Nomor :Kep-03/Bapedal/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Biormediasi dan Ijin Pengolahan / Permit Bioremediasi.

Ijin melakukan bioremediasi diajukan oleh perusahaan yang menghasilkan limbah. Lampiran I Kepmen LH 128 / 2003 memuat FORMAT PERMOHONAN IZIN PENGOLAHAN LIMBAH DAN LAHAN
TERKONTAMINASI OLEH MINYAK BUMI SECARA BIOLOGIS. Pada tulisan ini saya hanya akan mengulas Lampiran I Bagian IV. DOKUMEN YANG DISAMPAIKAN OLEH PEMOHON IJIN. Point 8. Uraian tentang hasil uji skala laboratorium dan atau pilot unit;dan point 9. Uraian tentang data fisik, hidrogeologis dan cuaca dari lokasi lahan pengolahan;

Point 8. Uraian tentang hasil uji skala laboratorium dan atau pilot unit. 
Pada bagian ini, pemrakarsa diharuskan melakukan uji biodegradasi pada skala laboratorium atau pilot. Tujuan dari uji ini adalah memastikan bahwa polutan yang akan diuraikan dengan bioproses adalah senyawa biodegradable (atau dapat diuraikan oleh mikroorganisme). Sekaligus, uji ini akan memberikan informasi bahwa ada mikroorganisme yang dapat menguraikan senyawa atau polutan yang menjadi target pengolahan pemrakarsa. Uji ini dapat disebut sebagai treatibility study, atau jika ingin diterjemahkan bebas "studi keterolahan" mengambil ide dari treat-ability. Mengapa hasil studi ini harus menjadi bagian dari kelengkapan pengajuan permit untuk melakukan bioremediasi? Kembali kepada tujuan pengolahan adalah menggunakan proses biodegradasi, pemrakarsa harus meyakinkan KLH bahwa senyawa target yang akan diolah termasuk dalam kategori biodegradable (dapat diolah menggunakan mikroorganisme). Jika hasil paparan studi ini dapat diterima bahwa senyawa polutan adalah biodegradable, maka ijin akan diberikan. Dengan demikian, sesuai tujuannya bahwa studi ini memberikan informasi sifat biodegradable senyawa polutannya, maka studi ini hanya dilakukan 1 (satu) kali saja, yaitu sebelum permit diberikan.

Point 9. Uraian tentang data fisik, hidrogeologis dan cuaca dari lokasi lahan pengolahan;
Pada bagian ini, pemrakarsa harus melampirkan data-data terkait dengan kondisi fisik, data hidrogeologis dan data cuaca (biasanya data iklim dan curah hujan 15 tahun terakhir dari stasiun BMG terdekat) untuk lahan yang akan dijadikan tempat pengolahan. Tempat pengolahan ini biasa disebut Bioremediation centre atau Processing Cells. Tahapan ini disebut site characterisation.
Kelengkapan data untuk point 9 atau site characterisation, minimal mengikuti kelengkapan yang dicantumkan dalam Lampiran II Bagian II.1.4