Wednesday, May 08, 2013

BIOREMEDIASI DAN KEPMEN LH 128/2003

Aplikasi bioremediasi di Indonesia diatur dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 (Kepmen LH 128/2003) TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN TEKNIS PENGOLAHAN LIMBAH MINYAK BUMI DAN TANAH TERKONTAMINASI OLEH MINYAK BUMI SECARA BIOLOGIS. Kepmen ini mengatur peraturan terkait (1) ijin / permit yang harus diajukan oleh "pemilik" limbah atau tanah terkontaminasi yang akan diolah, (2) rancang bangun yang disyaratkan untuk suatu instalasi pengohan (bioremediation centre), (3) persyaratan kondisi limbah sebelum diolah, (4) monitoring selama proses biodegradasi (termasuk didalamnya pedoman sampling), dan (5) persyaratan relokasi tanah setelah diolah terkait dengan persyaratan pemeriksaan, relokasi dan pemantauan tanah setelah direlokasi. Kepmen ini tidak satu-satunya peraturan yang digunakan sebagai acuan, tetapi peraturan lain terkait limbah cair juga digunakan, misalnya limbah cair yang dibuang ke media lingkungan harus memenuhi KepMen baku mutu limbah cair yang terkait (KepMen LH 42/1996) dan kandungan logam berat yang ada harus memenuhi baku mutu logam berat pada Keputusan Kepala Bapedal Nomor :Kep-03/Bapedal/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Biormediasi dan Ijin Pengolahan / Permit Bioremediasi.

Ijin melakukan bioremediasi diajukan oleh perusahaan yang menghasilkan limbah. Lampiran I Kepmen LH 128 / 2003 memuat FORMAT PERMOHONAN IZIN PENGOLAHAN LIMBAH DAN LAHAN
TERKONTAMINASI OLEH MINYAK BUMI SECARA BIOLOGIS. Pada tulisan ini saya hanya akan mengulas Lampiran I Bagian IV. DOKUMEN YANG DISAMPAIKAN OLEH PEMOHON IJIN. Point 8. Uraian tentang hasil uji skala laboratorium dan atau pilot unit;dan point 9. Uraian tentang data fisik, hidrogeologis dan cuaca dari lokasi lahan pengolahan;

Point 8. Uraian tentang hasil uji skala laboratorium dan atau pilot unit. 
Pada bagian ini, pemrakarsa diharuskan melakukan uji biodegradasi pada skala laboratorium atau pilot. Tujuan dari uji ini adalah memastikan bahwa polutan yang akan diuraikan dengan bioproses adalah senyawa biodegradable (atau dapat diuraikan oleh mikroorganisme). Sekaligus, uji ini akan memberikan informasi bahwa ada mikroorganisme yang dapat menguraikan senyawa atau polutan yang menjadi target pengolahan pemrakarsa. Uji ini dapat disebut sebagai treatibility study, atau jika ingin diterjemahkan bebas "studi keterolahan" mengambil ide dari treat-ability. Mengapa hasil studi ini harus menjadi bagian dari kelengkapan pengajuan permit untuk melakukan bioremediasi? Kembali kepada tujuan pengolahan adalah menggunakan proses biodegradasi, pemrakarsa harus meyakinkan KLH bahwa senyawa target yang akan diolah termasuk dalam kategori biodegradable (dapat diolah menggunakan mikroorganisme). Jika hasil paparan studi ini dapat diterima bahwa senyawa polutan adalah biodegradable, maka ijin akan diberikan. Dengan demikian, sesuai tujuannya bahwa studi ini memberikan informasi sifat biodegradable senyawa polutannya, maka studi ini hanya dilakukan 1 (satu) kali saja, yaitu sebelum permit diberikan.

Point 9. Uraian tentang data fisik, hidrogeologis dan cuaca dari lokasi lahan pengolahan;
Pada bagian ini, pemrakarsa harus melampirkan data-data terkait dengan kondisi fisik, data hidrogeologis dan data cuaca (biasanya data iklim dan curah hujan 15 tahun terakhir dari stasiun BMG terdekat) untuk lahan yang akan dijadikan tempat pengolahan. Tempat pengolahan ini biasa disebut Bioremediation centre atau Processing Cells. Tahapan ini disebut site characterisation.
Kelengkapan data untuk point 9 atau site characterisation, minimal mengikuti kelengkapan yang dicantumkan dalam Lampiran II Bagian II.1.4


No comments: